Memecahkan masalah abad ke-21 membutuhkan keterampilan kolaboratif

Ketika masyarakat dan teknologi menjadi semakin kompleks, mereka menghasilkan masalah yang semakin kompleks. Perancangan solusi yang efisien, efektif, dan inovatif untuk masalah kompleks ini membutuhkan keterampilan kerjasama tim yang sementara ini belum dilatihkan ke sebagian besar siswa. Pemecahan masalah modern kini membutuhkan kerjasama tim yang mengacu pada berbagai keahlian dan pengalaman hidup.

Namun kenyataannya tiap individu menerima sedikit sekali pelatihan formal sewaktu di sekolah untuk mengembangkan keterampilan yang penting bagi kerjasama (kolaborasi) ini.

Dalam makalah yang diterbitkan di journal *Psychological Science in the Public Interest, 2018, Vol. 19(2) 59 –92*, tim peneliti interdisipliner mengidentifikasi komponen kognitif dan komponen sosial yang penting dari pemecahan masalah kolaboratif (collaborative problem solving, CPS) dan menunjukkan bagaimana mengintegrasikan pengetahuan yang ada dari berbagai bidang dapat menghasilkan cara baru bagi penilaian dan pelatihan kemampuan ini.

CPS adalah keterampilan penting bagi angkatan kerja dan masyarakat umum karena banyak masalah yang dihadapi di dunia modern mengharuskan tim untuk mengintegrasikan hasil kerja kelompok dengan pengetahuan masing-masing anggota tim.

Menurut hasil penelitian tahun 2015 terhadap lebih dari 500.000 siswa berusia 15 tahun yang dilakukan oleh the Organisation for Economic Cooperation and Development, hanya 8% siswa di seluruh dunia yang menunjukkan keterampilan CPS yang kuat.

Keterampilan kognitif dan keterampilan sosial yang unik ini meliputi:

Pemahaman bersama: Anggota grup berbagi tujuan bersama saat memecahkan masalah baru.

Akuntabilitas: Kontribusi yang dibuat setiap anggota terlihat oleh anggota kelompok lainnya.

Peran yang berbeda: Anggota grup menggunakan keahlian khusus mereka untuk menyelesaikan tugas yang berbeda.

Saling ketergantungan: Anggota kelompok bergantung pada kontribusi anggota lain untuk memecahkan masalah.

Kurikulum sekolah menengah biasanya berfokus pada pendidikan pengetahuan tertentu secara terpisah-pisah dan menempatkan sedikit penekanan pada pendidikan agar siswa memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif.

Ketika siswa menerima pelatihan yang relevan dengan CPS, sering kali itu hanya didapat oleh mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kesenian, olahraga, koran siswa, dan kegiatan sukarela (voluntir). Para peneliti berpendapat bahwa sudah waktunya untuk membuat kegiatan CPS sebagai bagian inti dari kurikulum sekolah.

https://phys.org/news/2018-12-21st-century-problems-requires-skills-scientists.html

Leave a comment